Selasa, 25 Desember 2012

Polemik Kepemimpinan Bupati Garut yang Kontroversial

KASUS seorang bupati Garut yang menikahi seorang perempuan muda berumur 18 tahun masih menjadi sorotan perbincangan dalam masyarakat, terutama masyarakat Jawa Barat. Bupati yang bernama Aceng Fikri ini menikahi perempuan asal Garut yang bernama Fany Octora. Pernikahan antara keduanya hanya bertahan selama 4 hari dan setelah itu secara sepihak Aceng Fikri yang menjabat sebagai bupati Garut menceraikan istrinya tersebut dengan alasan bahwa sang istri sudah tidak perawan lagi.
Ada tudingan dari masyarakat bahwa perbuatan seperti ini merupakan pebuatan sewenang-wenang dari pejabat daerah. Para pejabat karena jabatannya merasa derajat dirinya lebih tinggi dari rakyatnya sehingga dapat melakukan perbuatan yang ia inginkan dengan melanggar nilai-nilai moral.
Ketua GMBI Garut sekaligus Koordinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Ganda Permana mengatakan, ulah dan gaya kawin cerai seenaknya yang dilakukan Bupati Garut itu tidaklah pantas dilakukan seorang pemimpin. Semestinya, sebagai pemimpin Aceng bisa menjadi teladan dengan memberikan contoh yang baik. Tapi nyatanya, Aceng Fikri terkesan sewenang-wenang dan tega memperdaya seorang perempuan muda yang lugu dan berasal dari keluarga baik-baik.
Kejadian ini membawa dampak depresi, psikis, dan trauma terhadap kejiwaan Fany Octora yang masih belia. Begitu pun juga dampak kepada masyarakat, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pemimpinnya yang seharusnya menjadi teladan. Nama baik dari bupati pun akan tercoret jika terbukti adanya kesewenang-wenangan dalam perbuatannya tersebut.
Alasan dari Bupati Garut untuk menceraikan Fany Octora adalah karena Fany sudah tidak lagi perawan. Hal ini menurut saya bisa jadi pembenaran bagi Aceng Fikri untuk menceraikan Fany. Namun seharusnya sebelum pernikahan tersebut dilangsungkan, Aceng seharusnya mencari keterangan yang benar terlebih dahulu atas wanita yang ingin dinikahinya. Jadi tidak ada alasan perceraian karena sang istri sudah tidak perawan lagi. Hal tersebut dilakukan guna untuk menghindari dampak negatif yang diterima sang istri karena alasan perceraian.
Aceng Fikri sebagai Bupati Garut sudah banyak yang meminta untuk segera diturunkan atau mengundurkan diri karena perbuatan yang dilakukannya. Menjadi pemimpin ialah teladan bagi rakyatnya. DPRD Kabupaten Garut menilai kasus tersebut isyarat jatuhnya etika dan keteladanan elit pemimpin di Kabupaten Garut dan dikhawatirkan menyebabkan anjloknya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin.
Pemimpin adalah sebuah amanah yang diberikan oleh Allah SWT dan setiap kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan baik di dunia dan sudah pasti di akhirat. Pemimpin yang baik adalah ia mencintai rakyatnya dan rakyat mencintainya. Menjadi teladan untuk diikuti dan dipercaya oleh rakyatnya ia dapat membawa kebaikan untuk daerah yang dipimpinnya. Bukanlah seorang pemimpin yang baik yang ia lebih mementingkan dirinya daripada kepentingan rakyatnya. Banyaknya kasus korupsi di negeri ini yang mencerminkan bahwa Indonesia saat ini masih dipimpin oleh orang-orang yang belum amanah. Walaupun disisi lain masih ada pemimpin-pemimpin bangsa yang ia amanah dan bertanggungjawab. [SJ/Foto: Istimewa]


http://suarajakarta.com/2012/12/07/polemik-kepemimpinan-bupati-garut-yang-kontroversial/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar